JelajahSumatera.com -- Pringsewu adalah suatu kabupaten di Provinsi Lampung, Indonesia. Kabupaten ini diabsahkan menjadi kabupaten dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 29 Oktober 2008, sebagai pemekaran dari Kabupaten Tanggamus. Kabupaten ini Terletak 37 kilometer sebelah barat Bandar Lampung, ibu kota provinsi. Saat ini Pringsewu diamini menjadi kabupaten tersendiri sebab perkembangannya yang bagus, baik dari sisi pendapatan daerah, taraf ekonomi maupun edukasi penduduk. Mata pencaharian yang utama di Pringsewu ialah bertani dan berdagang.
Sejarah Pringsewu diawali dengan berdirinya sebuah perkampungan (tiuh) bernama Margakaya pada tahun 1738 Masehi, yang dihuni masyarakat asli suku Lampung-Pubian yang berada di tepi aliran sungai Way Tebu (4 km dari pusat Kota Pringsewu ke arah selatan saat ini). Selanjutnya, 1787 tahun berikutnya yakni pada tahun 1925 sekelompok masyarakat dari Pulau Jawa, melalui program kolonisasi oleh pemerintah Hindia Belanda, juga membuka areal permukiman baru dengan membabat hutan bambu yang cukup lebat di sekitar tiuh Margakaya tersebut.
Karena begitu banyaknya pohon bambu di hutan yang mereka buka tersebut, oleh masyarakat desa yang baru dibuka tersebut dinamakan Pringsewu, yang berasal dari bahasa Jawa yang artinya Bambu Seribu. Saat ini daerah yang dahulunya hutan bambu tersebut telah menjelma menjadi sebuah kota yang cukup maju dan ramai di Provinsi Lampung, yakni yang sekarang dikenal sebagai ‘Pringsewu’ yang saat ini juga merupakan salah satu kota terbesar di Provinsi Lampung.
Selanjutnya, pada tahun 1936 berdiri pemerintahan Kawedanan Tataan yang beribukota di Pringsewu, dengan Wedana pertama yakni Bapak Ibrahim hingga 1943. Selanjutnya Kawedanan Tataan berturut-turut dipimpin oleh Bapak Ramelan pada tahun 1943, Bapak Nurdin pada tahun 1949, Bapak Hasyim Asmarantaka pada tahun 1951, Bapak Saleh Adenan pada tahun 1957, serta pada tahun 1959 diangkat sebagai Wedana yaitu Bapak R.Arifin Kartaprawira yang merupakan Wedana terakhir hingga tahun 1964, saat pemerintahan Kawedanan Tataan dihapuskan.
Pada tahun 1964, dibentuk pemerintahan Kecamatan Pringsewu yang merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Lampung Selatan sesuai dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1964, yang sebelumnya Pringsewu juga pernah menjadi bagian dari Kecamatan Pagelaran yang juga beribukota di Pringsewu.
Dalam sejarah perjalanan berikutnya, Kecamatan Pringsewu bersama sejumlah kecamatan lainnya di wilayah Lampung Selatan bagian barat yang menjadi bagian wilayah administrasi Pembantu Bupati Lampung Selatan Wilayah Kotaagung, masuk menjadi bagian wilayah Kabupaten Tanggamus berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1997, hingga terbentuk sebagai daerah otonom yang mandiri. Kabupaten Pringsewu merupakan wilayah heterogen terdiri dari bermacam-macam suku bangsa, dengan masyarakat Jawa yang cukup dominan, disamping masyarakat asli Lampung, yang terdiri dari masyarakat yang beradat Pepadun (Pubian) serta masyarakat beradat Saibatin (Peminggir).
Kabupaten Pringsewu mempunyai Wilayah hanya seluas 625 km². Terdiri dari 96 pekon (desa) dan 5 kelurahan, yang tersebar di 9 kecamatan, yaitu Kecamatan Pringsewu, Pagelaran, Pardasuka, Gadingrejo, Sukoharjo, Ambarawa, Adiluwih, Kecamatan Banyumas dan Pagelaran Utara. Dari segi luas wilayah, Kabupaten Pringsewu saat ini merupakan salah satu kabupaten terkecil, sekaligus terpadat di Provinsi Lampung. Menjadikan Pringsewu sebagai kabupaten terkecil di Provinsi Lampung. Jumlah penduduknya hanya 422.010 jiwa (2016). Dengan rata-rata mata pencaharian penduduknya sebagai petani dan pedagang.
Pringsewu sejak dahulu dikenal sebagai "kota pendidikan" di Lampung bagian selatan, karena sejak dahulu di kota ini telah terdapat jenjang pendidikan yang lengkap, dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Wilayahnya yang kecil dan jumlah penduduknya yang lebih sedikit dibandingkan kabupaten lain tidak membuatnya berkecil hati. Justru kabupaten ini menorehkan banyak prestasi.
Sejarah Singkat Kabupaten Pringsewu
Sejarah Pringsewu diawali dengan berdirinya sebuah perkampungan (tiuh) bernama Margakaya pada tahun 1738 Masehi, yang dihuni masyarakat asli suku Lampung-Pubian yang berada di tepi aliran sungai Way Tebu (4 km dari pusat Kota Pringsewu ke arah selatan saat ini). Selanjutnya, 1787 tahun berikutnya yakni pada tahun 1925 sekelompok masyarakat dari Pulau Jawa, melalui program kolonisasi oleh pemerintah Hindia Belanda, juga membuka areal permukiman baru dengan membabat hutan bambu yang cukup lebat di sekitar tiuh Margakaya tersebut.Karena begitu banyaknya pohon bambu di hutan yang mereka buka tersebut, oleh masyarakat desa yang baru dibuka tersebut dinamakan Pringsewu, yang berasal dari bahasa Jawa yang artinya Bambu Seribu. Saat ini daerah yang dahulunya hutan bambu tersebut telah menjelma menjadi sebuah kota yang cukup maju dan ramai di Provinsi Lampung, yakni yang sekarang dikenal sebagai ‘Pringsewu’ yang saat ini juga merupakan salah satu kota terbesar di Provinsi Lampung.
Selanjutnya, pada tahun 1936 berdiri pemerintahan Kawedanan Tataan yang beribukota di Pringsewu, dengan Wedana pertama yakni Bapak Ibrahim hingga 1943. Selanjutnya Kawedanan Tataan berturut-turut dipimpin oleh Bapak Ramelan pada tahun 1943, Bapak Nurdin pada tahun 1949, Bapak Hasyim Asmarantaka pada tahun 1951, Bapak Saleh Adenan pada tahun 1957, serta pada tahun 1959 diangkat sebagai Wedana yaitu Bapak R.Arifin Kartaprawira yang merupakan Wedana terakhir hingga tahun 1964, saat pemerintahan Kawedanan Tataan dihapuskan.
Pada tahun 1964, dibentuk pemerintahan Kecamatan Pringsewu yang merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Lampung Selatan sesuai dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1964, yang sebelumnya Pringsewu juga pernah menjadi bagian dari Kecamatan Pagelaran yang juga beribukota di Pringsewu.
Dalam sejarah perjalanan berikutnya, Kecamatan Pringsewu bersama sejumlah kecamatan lainnya di wilayah Lampung Selatan bagian barat yang menjadi bagian wilayah administrasi Pembantu Bupati Lampung Selatan Wilayah Kotaagung, masuk menjadi bagian wilayah Kabupaten Tanggamus berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1997, hingga terbentuk sebagai daerah otonom yang mandiri. Kabupaten Pringsewu merupakan wilayah heterogen terdiri dari bermacam-macam suku bangsa, dengan masyarakat Jawa yang cukup dominan, disamping masyarakat asli Lampung, yang terdiri dari masyarakat yang beradat Pepadun (Pubian) serta masyarakat beradat Saibatin (Peminggir).
Kabupaten Pringsewu mempunyai Wilayah hanya seluas 625 km². Terdiri dari 96 pekon (desa) dan 5 kelurahan, yang tersebar di 9 kecamatan, yaitu Kecamatan Pringsewu, Pagelaran, Pardasuka, Gadingrejo, Sukoharjo, Ambarawa, Adiluwih, Kecamatan Banyumas dan Pagelaran Utara. Dari segi luas wilayah, Kabupaten Pringsewu saat ini merupakan salah satu kabupaten terkecil, sekaligus terpadat di Provinsi Lampung. Menjadikan Pringsewu sebagai kabupaten terkecil di Provinsi Lampung. Jumlah penduduknya hanya 422.010 jiwa (2016). Dengan rata-rata mata pencaharian penduduknya sebagai petani dan pedagang.
Pringsewu sejak dahulu dikenal sebagai "kota pendidikan" di Lampung bagian selatan, karena sejak dahulu di kota ini telah terdapat jenjang pendidikan yang lengkap, dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Wilayahnya yang kecil dan jumlah penduduknya yang lebih sedikit dibandingkan kabupaten lain tidak membuatnya berkecil hati. Justru kabupaten ini menorehkan banyak prestasi.
Prestasi terbesarnya adalah memperoleh Penghargaan Adhikarya Pangan Nusantara tahun 2016. Pengahargaan ini diberikan langsung oleh Presiden Indonesia, Ir. Joko Widodo kepada Bupati Pringsewu, KH. Sujadi Saddat.
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pringsewu juga berhasil mendapatkan penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) untuk kategori penyelenggara even tingkat nasional yang berhasil menggelar kolaborasi antara Gebyar Seni Budaya KB Nusantara yang diikuti sebanyak 33 provinsi dengan Pagelaran Wayang Kulit dengan dalang 3 bupati sekaligus. Serta masih banyak lagi penghargaan yang lainnya.
Tempat Wisata yang asyik
Selain sebagai kota pendidikan, Pringsewu juga dikenal dengan objek wisatanya yang bagus. Di Instagram ada banyak sekali selebgram-selebgram yang ternyata berasal dari Kabupaten Pringsewu. Hal ini menunjukkan bahwa Pringsewu terbilang Kabupaten yang fotogenik.Pringsewu mempunyai beberapa tempat wisata seperti talang, kolam renang grojogan sewu, kolam renang paris dan masih banyak yang lainnya.
Talang
Belanda yang memang terkenal dengan teknologi sistem pangairan, akhirnya berinisiatif membangun sejumlah talang air pada sekitar tahun 1937. Talang Air ini berfungsi sebagai penyuplai air ke lahan pertanian warga dari satu bukit ke bukit lainya. Talang air ini berbentuk setengah lingkaran seperti drum di belah dua dengan dimeter sekitar 3 meter. Talang air ini membentang di ketinggian 15 sampai 25 meter dari satu bukit ke bukit lainnya, ditopang sejumlah tiang besi seukuran tiang kabel telpon. Tiang-tiang penyagga itu ditanam dalam pondasi beton yang kokoh.Panjang talang air ini bervarias, mulai dari 75 sampai 150 meter. Bagian atas talang ditutupi dengan bilah-bilah besi berukurun sekitar 15 centi meter. Jarak antar bilah besi satu dan lainnya mencapai sekitar 10 centi meter. Selain sebagai penutup talang air, bilah-bilah besi itu juga berfungsi sebagai lantai jembatan yang digunakan penduduk untuk menyeberang dari satu bukit ke bukit lainnya. Bagian bawah talang yang berbentuk setengah lingkaran (drum di belah dua) merupakan tempat mengalirnya air yang akan didistribusikan ke lahan pertanian warga.
Saat ini ada lima unit talang air yang masih difungisikan sebagaimana mestinya. Empat talang air berada di wilayah Kecamatan Pringsewu, dua di Pekon (desa) Bumiayu dan dua lainnya di Kelurahan Fajaresuk. Satu Talang lagi berada di Pekon Bumiratu, Kecamatan Pagelaran. Jarak antara satu talang dan talang lainnya sekitar 1 hingga 2,5 kilometer atau dalam radius 4 kilometer. "Sembilan puluh persen material bangunan talang ini masih asli peninggalan Belanda. Hanya lantai jembatannya saja yang diganti. Tadinya kayu, sekarang diganti dengan bilah besi," ungkap Joko (40) salah satu warga Pekon Bumiayu pada harianlampung.com.
Selain tetap difungsikan sebagai sarana penyuplai air dan jembatan penghubung transportasi warga, saat ini keberadaan talang air raksasa peninggalan Belanda tersebut juga dijadikan sarana wisata bagi masyarakat. Kebanyakan pengunjung merasa kagum dengan keunikan bangunan peninggalan Belanda itu.
Suasana alam pedesaan dengan hamparan sawah dan perkebunan di bawah talang air tersbut, menjadi daya tarik sendiri bagi pengunjung yang datang. Bagi yang hobi fotografi, landscape di sekitar talang cocok sekali untuk lokasi pengambilan gambar lewat jepretan kamera. "Banyak masyarakat yang berwisata ke talang ini, terutama kalau hari libur. Biasanya pengunjung mencoba merasakan sensasi berjalan di atas talang yang membentang di ketinggian 15 sampai 25 meter, kemudian mereka berfoto dengan latar belakang pemandangan sawah dan perbukitan," terang Joko.
Untuk menuju lokasi talang air ini sangat mudah, bisa dicapai dengan sepeda motor atau mobil. Dari pusat Kota Pringsewu jaraknya hanya 1 kilometer melalui Jalan Lintas Barat Sumatera menuju simpang Kelurahan Fajaresuk. Selain itu pengunjung juga bisa menggunakan jalur alternatif menuju lokasi talang air ini melalui Pekon Podorejo dan Bumiarum, Kecamatan Pringsewu.
Pengunjung yang datang tidak dipungut biaya tiket. Cukup membayar restribusi parkir kendaraan yang dikelola penduduk setempat, kita dapat menikmati wisata sejarah dan agrowisata alam pedesaan sepuasnya. Memang lokasi wisata ini belum dikelola secar resmi. Belum ada fasiltas yang memadai bagi pengunjung yang datang. Semua masih serba alami.
Goa Maria
Tidak jauh dari lokasi talang, pengunjung juga bisa menikmati lokasi wisata rohani yang dikenal dengan nama Goa Maria. Goa ini dijadikan tempat skaral oleh umat Katolik dari berbagai daerah. "Kalau yang datang ke Goa Maria ini, bukan saja dari Lampung, banyak juga dari Pulau Jawa," kata Joko.
Dia melanjutkan, untuk bagian atas, baik belahan tabung dan pijakan serta pagarnya sudah beberapa kali dilakukan renovasi. ”Dulu pijakannya bukan bilah besi seperti sekarang, tapi dari bahan papan spanel yang panjangnya 1,2 meter, lebar 30 centi meter dan tebal 7 centi meter,” jelasnya. Seiring berjalannya waktu, papan spanel itu rusak dan diganti dengan bilah-bilah besi.
Jatiwan menerangkan, sumber air yang disuplai melalui talang tersebut berasal dari hulu Sungai Way Napal, di Kecamatan Pugung, Kabupaten Tanggamus. Sebelum masuk ke talang, aliran air sungai Way Napal ditampung di bendungan Pekon Gumukmas, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Pringsewu.
Dari Bendungan Gumukmas, air dinaikkan kealiran Sungai Way Tebu III, hingga terus merayap ke talang 1 di Pekon Bumiratu Kecamatan Pagelaran. Selanjutnya suplai air dibagi lagi ke talang di perbukitan Pekon Bumiayu dan di perbukitan Kelurahan Fajaresuk, Kecamatan Pringsewu. ”Berdasarkan catatan kami, ke lima talang air itu mampu mengairi lahan pertanian seluas sekitar 5 ribu hektar di wilayah tersebut," terangnya.
Post a Comment
Post a Comment
Kami menunggu komentar dari kamu :)